Berita Seputar MotoGP - Sempat meraih podium kedua lewat Andrea Dovizioso pada seri pembuka MotoGP 2017 di Sirkuit Losail, Qatar. Tim Ducati Corse malah kedodoran pada dua lomba berikutnya. Padahal mereka sudah mengadakan tes privat di Jerez (menurunkan Dovi-Lorenzo dan Pirro) sebelum MotoGP Argentina, dan tes privat di Mugello (Pirro saja) sebelum MotoGP Austin.
Pada dua lomba setelah MotoGP Qatar 2017, Dovi nol poin usai gagal finis tertabrak Aleix Espargaro di Argentina. Lalu di Austin, dia finis keenam. Sedang Jorge Lorenzo juga nol poin usai terjatuh di Argentina, dan finis ke-9 di Austin.
Khusus buat Lorenzo, dia menyelesaikan lomba MotoGP Austin 2017 dengan berada 17 detik di belakang sang pemenang, Marc Marquez (Repsol Honda),
walau sempat berada di urutan keenam pada akhir lap pertama. Kecepatan
Lorenzo saat lomba, lebih lambat 0,7 detik/lap ketimbang Marquez. Sedang
Dovi lebih lambat sekitar 0,5 detik/lap dari sang juara bertahan.
Usai lomba MotoGP Austin 2017, Dovi yang kini duduk di peringkat empat klasemen sementara dengan 30 poin (tertinggal 26 poin dari Rossi) langsung memperjelas. Mengingat masalah yang ada di motor Ducati Desmosedici GP17, mungkin akan lebih baik fokus pada motor tahun depan.
Sedangkan Lorenzo menekankan lebih jelas lagi, bahwa jajaran insinyur di Borgo Paginale, mungkin harus mengubah cara mereka merancang Desmosedici. Yakni meninggalkan gagasan pentingnya kekuatan mesin ketimbang sasis yang bagus.
Filosofi itu tentunya akan mendekatkan Desmosedici dengan karakter Yamaha YZR-M1, yang notabene diklaim sebagai motor yang paling seimbang dari sisi sasis, fairing, dan kekuatan mesin, plus menunjang kelincahan motor melibas berbagai tipe tikungan, motor yang pernah mengantar Lorenzo tiga kali juara dunia MotoGP.
Namun pastinya, filosofi tersebut akan meninggalkan rencana awal yang telah menyertai perjalanan Ducati sejak ikut lomba kelas bergengsi sejak 2003. Yang mana Desmosedici GP juga pernah sukses membawa Casey Stoner meraih gelar juara dunia pertamanya.
Filosofi ini memang hanya mampu dijinakan oleh Stoner, dan mungkin Loris Capirossi, sebagai pembalap Ducati yang pernah memenangkan beberapa lomba di atas Desmosedici GP. Lantas bagaimana tanggapan Ducati dengan saran yang dikemukakan oleh dua pembalap utama mereka saat ini?
“Yamaha dan Ducati adalah dua pabrikan yang berbeda, dengan dua nadi yang berbeda pula. Yamaha selalu terobsesi dengan sasis untuk membuat hidup lebih mudah bagi pembalapnya,” beber Lorenzo yang kini baru mengumpulkan 12 poin dari tiga seri, tertinggal 44 poin dari pimpinan klasemen sementara yang juga mantan rekan setimnya di Yamaha, Valentino Rossi.
“Sebaliknya, Ducati telah memilih selama 10 tahun terakhir untuk membangun mesin yang paling kuat, dan mengatasinya dengan peralatan elektronik yang sangat bagus. Kini saatnya untuk mengubah prioritas,” imbuhnya.
“Selalu harus bekerja pada mesin, namun dibutuhkan beberapa frame (fairing) yang berbeda untuk dicoba buat melakukan itu, agar motornya semakin baik saat membelok, dan membuat hidup lebih mudah bagi pembalapnya,” kata Lorenzo lagi.
Usai lomba MotoGP Austin 2017, Dovi yang kini duduk di peringkat empat klasemen sementara dengan 30 poin (tertinggal 26 poin dari Rossi) langsung memperjelas. Mengingat masalah yang ada di motor Ducati Desmosedici GP17, mungkin akan lebih baik fokus pada motor tahun depan.
Sedangkan Lorenzo menekankan lebih jelas lagi, bahwa jajaran insinyur di Borgo Paginale, mungkin harus mengubah cara mereka merancang Desmosedici. Yakni meninggalkan gagasan pentingnya kekuatan mesin ketimbang sasis yang bagus.
Filosofi itu tentunya akan mendekatkan Desmosedici dengan karakter Yamaha YZR-M1, yang notabene diklaim sebagai motor yang paling seimbang dari sisi sasis, fairing, dan kekuatan mesin, plus menunjang kelincahan motor melibas berbagai tipe tikungan, motor yang pernah mengantar Lorenzo tiga kali juara dunia MotoGP.
Namun pastinya, filosofi tersebut akan meninggalkan rencana awal yang telah menyertai perjalanan Ducati sejak ikut lomba kelas bergengsi sejak 2003. Yang mana Desmosedici GP juga pernah sukses membawa Casey Stoner meraih gelar juara dunia pertamanya.
Filosofi ini memang hanya mampu dijinakan oleh Stoner, dan mungkin Loris Capirossi, sebagai pembalap Ducati yang pernah memenangkan beberapa lomba di atas Desmosedici GP. Lantas bagaimana tanggapan Ducati dengan saran yang dikemukakan oleh dua pembalap utama mereka saat ini?
“Yamaha dan Ducati adalah dua pabrikan yang berbeda, dengan dua nadi yang berbeda pula. Yamaha selalu terobsesi dengan sasis untuk membuat hidup lebih mudah bagi pembalapnya,” beber Lorenzo yang kini baru mengumpulkan 12 poin dari tiga seri, tertinggal 44 poin dari pimpinan klasemen sementara yang juga mantan rekan setimnya di Yamaha, Valentino Rossi.
“Sebaliknya, Ducati telah memilih selama 10 tahun terakhir untuk membangun mesin yang paling kuat, dan mengatasinya dengan peralatan elektronik yang sangat bagus. Kini saatnya untuk mengubah prioritas,” imbuhnya.
“Selalu harus bekerja pada mesin, namun dibutuhkan beberapa frame (fairing) yang berbeda untuk dicoba buat melakukan itu, agar motornya semakin baik saat membelok, dan membuat hidup lebih mudah bagi pembalapnya,” kata Lorenzo lagi.
No comments:
Post a Comment